Tuesday, September 11, 2018

Pengobatan M. Yusuf H.S: Pengalaman Penulis Menjalin Kemitraan

Olèh: Yusni Tria Yunda.

Pengobatan M. YUSUF H.S., beralamat praktèk di Cangkuang, Ciluncat, Kabupatèn Bandung.

Tokoh yang olèh penulis akrab dipanggil dengan sebutan: 'Bang Yus' ini dikenal olèh penulis sejak tahun 2006, melalui kedekatan penulis dengan Syèch Mochammad Yusuf. Keduanya mempunyai keahlian di bidang ilmu pengobatan alternatif melalui mètodeu tradisional beserta tèhnik-tèhnik tertentu yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi para pasièn yang berobat.

Pada tahun 2006 - 2007, ketika penulis lagi berdomisili di Kecamatan Banjaran dan kemudian di Kecamatan Balèèndah, Kabupatèn Bandung, penulis dan Bang Yus sering melakukan aktivitas bersama-sama meskipun dalam bidang pekerjaan masing-masing, namun kami sering bersama-sama dalam perjalanan.

Demikian pula pada tahun 2013 dan 2014, Bang Yus juga giat menambah bidang usahanya, yang mana pada saat itu selain tetap membuka praktèk pengobatan tradisional, Bang Yus aktif berdagang bersama penulis yang pada saat itu lagi berusaha merintis sebuah CV bernama Natalaba bersama 3 orang rèkan penulis: M.Akbar Alamsyah, Nurohman, dan Bagja Gumelar, yang mana Natalaba berperan dalam posisi sebagai suplayer dan pedagang penyalur guna diperdagangkan lagi olèh para mitranya, termasuk Bang Yus, berbentuk berbagai aytem barang-barang tèkstil hasil produksi dari beberapa konvèksi di kewilayahan Kabupatèn Bandung.

Bang Yus, meskipun mempunyai keahlian di bidang pengobatan alternatif bermètodeu tradisional, serta sebagai orang kelahiran Acèh, olèh penulis dan beberapa kawan, namanya dipanggil Bang Yus saja, tanpa julukan Syèh di depan namanya, namun panggilan: 'Tengku' sering penulis dengar serta dilakukan pula olèh teman-teman lainnya kepadanya, sebagai suatu panggilan yang akrab dan mèmang nyamannya seperti itu.

Dalam mengobati pasièn-pasiènnya, Bang Yus seringkali tiada membebankan biaya yang sekiranya di luar jangkauan pasiènnya.

Adapun dalam perdagangan selama bermitra bersama penulis dan Natalaba, Bang Yus tiada pernah mempunyai bon kuning tanpa rincian, sehubungan di bawah Bang Yus ada beberapa orang mitranya yang disuplaynya pula, sehingga stok Natalaba berputar sebagaimana seharusnya dalam kemitraan bersama Bang Yus. Dan hingga pada tahap terakhir Delivery Order dibuat, semua telah menjadi bon putih, lunas.

Adapun sistem kemitraan yang kami lakukan saat itu (2013 dan hingga 2014) adalah bagi hasil (mudhorobah) yang mana penulis dan tim Natalaba memberitahukan sejumlah HPP atas tiap-tiap aytem yang kami suplay kepadanya, dan demikian pula Bang Yus dan timnya: memberitaukan kami mengenai harga jualnya kepada para mitra tautannya. Sebagai bentuk ril bagi_hasil yang kami lakukan adalah pembagian laba kotor yang telah kami sepakati sebelumnya, dengan kondisi: hanya dapat kami bagi jika mèmang barang komoditi telah terjual dan menjadi Pos Kas, dan apabila sejumlah stok telah keluar dari catatan stok yang ada pada tim Bang Yus, maka kami belum menganggapnya sebagai suatu penjualan. Jadi, sistem yang kami berlakukan terhadap para mitra tautan dari jalur Bang Yus adalah semacam konsinyasi, bukan Term of Payment.

Posisi dan pertumbuhan penjualan selama kami bekerjasama selalu lancar dan menunjukkan angka pertumbuhan secara perlahan namun pasti. Saat itu rèsiko usaha ditanggungjawabi olèh masing-masig tim sesuai dengan peranannya, yang mana rèsiko tempat usaha apabila disèwa dan dipergunakan sebagai gudang mitra, maka hal it ditanggung olèh tim Bang Yus, yang mèmang merangkap pula sebagai tempat domisili fisik serta alamat usaha praktek pengobatan sebagai usaha inti bagi Bang Yus.

Adapun rèsiko-rèsiko biaya-biaya operasional atas pencarian komoditi baha stok di lapangan (searching secara off line) yang akan dikirimkan kepada timnya, baik atas inisiatif penulis sendiri maupun atas Purchasing Order dari Tim Bang Yus, adalah ditanggung dari penulis.

Saat itu penulis seolah-olah berjuang sendirian di antara Tim Natalaba yang dibentuk olèh 4 orang tadi (termasuk penulis). Kara ini sehubungan bahwa M.Akbar Alamsyah yang berperan sebagai Dirèktur Utama, jarang turun langsung ke lapangan off_line, namun menanggung sebagian besar permodalan dalam bentuk Pos Kas yang merupakan isi Pos Modal Disetor. Adapun Nurohman, pada saat itu sebagai penyedia alamat deu yureu bagi alamat tempat usaha (kantor CV.Natalaba) namun secara praktèknya pertanggungjawaban pengelolaan harian ditangani olèh penulis.

Demikian pula dengan Bagja Gumelar kurang aktif secara off line, yang demikian pula dengan Nurohman yang kurang aktif (namun cukup aktif dibandingkan dengan rèkan penulis yang 2 orang tersebut) tapi sesuai dengan kapasitasnya sebagai Sekutu Pasif, dan seolah-olah hanya penulis yang aktif baik dalam hal membagi waktu maupun konsèntrasi sebab kami bertiga sebenarnya adalah masih berstatus sebagai para karyawan perusahaan lain, namun bertèkad agar dapat berdiri sendiri. Pada saat menjelang kami (CV. Natalaba) mengalami kevakuman, Bagja Gumelar memberitakan bahwa tender pengadaan wèb didapatkan olèh tim rekanannya guna memenuhi keperluan Musieum UPI. Masalah tèknis dan sebagainya akan dilaksanakan olèh timnya sebagai sab dari CV. Natalaba pada saat itu. Namun progrèss serta tindak lanjut dari proyèk tersebut belum penulis ketahui hingga saat tulisan ini dibuat, sehubungan kami sulit berhubungan komunikasi dengan Bagja Gumelar.

Namun kondisi keterikatan penulis dengan tanggungjawab pekerjaan penulis di tempat kerja terdahulu lancar, demikian pula dalam pengelolaan Natalaba secara off line. Hal ini tentunya berkat adanya kerjasama yang baik di antara penulis dengan para mitra kami, di antaranya adalah:

1. Bang Yus.
2. Parlina D.
3. Zaitun Nurul Yunda.
4. Bang Enjang.
5. Mba Agustin.
6. Hèsty.
7. Ibu Mertuanya M.Akbar Alamsyah.
8. Istri dari Nurohman.
9. Lainnya yang mana penulis lupa, serta catatan yang bersèrakan sebab penulis selalu tiada mempunyai tempat berdomisili yang tetap seiring dengan terjadinya 2 perceraian pernikahan penulis dan kondisi keuangan penulis yang lagi belum memadai lagi guna memulai suatu home base yang tenteram agar dapat berfokus lagi terhadap banyak kara yang belum tuntas.

Transparansi dan saling kepercayaan di antara kami (penulis dan Bang Yus, juga dengan para mitra lama yang lainnya), masih berlangsung hingga hari ini pada saat tulisan ini penulis susun. Namun aktivitas usaha bersama kami lagi tiada berlangsung secara bersama-sama.

Mengenai pengalaman penulis dalam hal diobati olèh Bang Yus, mèmang belum pernah secara langsung, selain diajari cara membuat otot-otot dan tulang punggung lurus secara ditekan dan dibunyikan dalam posisi tèknis (poseu) tertentu. Dan penulis juga pernah mengantar Bang Yus ke tempat pasiènnya, mengidap sakit di daèrah Kopo Sayati, Bandung. Pasiènnya sembuh.

Di luar kisah pengalaman fisik, penulis mempunyai kesan yang kuat dan simpatik kepada Tokoh Bang Yus ini, yaitu dalam 2 kali iven yang berbèda waktu. Bahwa penulis pada tahun 2015 lagi membantu sahabat kami: Syeh Mochammad Yusuf, dalam promosi pengembangan usaha di Dèsa Cimaung. Pada saat itu penulis lagi sering-seringnya mendalami spiritual, termasuk belajar berdzikir secara jahar.

Ternyata èfèk yang penulis rasakan dari pendalaman spiritual itu begitu luar biasa, yang mana secara logika dan naluriah, penulis jadi dapat mendètèksi adanya petunjuk-petunjuk yang berupa peringatan-peringatan atas beberapa kara dosa dan kesalahan penulis, terutama dosa dan kesalahan yang mana pada saat penulis melakukannya merasa tiada orang yang mengetahuinya, yaitu dalam kara: masturbasi.

Sangat konyolnya adalah ketika pada suatu saat penulis menyadari hal tersebut pernah penulis lakukan dengan cara membayangkan 2 orang perempuan yang lagi menjadi istri para sahabatku tersebut. Suatu dorongan dari dalam bathin penulis menuntut agar penulis memberikan pernyataan pengakuan serta pengajuan permintaan maaf kepada dua orang laki-laki yang menjadi sahabat penulis ini.

Ketika penulis baru menyampaikan prolog di depan keduanya mengenai kara yang hendak penulis nyatakan, sehubungan penulis merasa kehilangan kenyamanan pada saat berdzikir apabila kara-kara tersebut belum dilakukan olèh penulis, Bang Yus tiba-tiba memotong arah pembicaraan penulis yang pada saat itu bathin penulis telah memprioritaskan guna menyatakan kepada Syeh Mochammad Yusuf terlebih dahulu sehubungan kejadian masturbasi yang membayangkan istrinya itu terjadi lebih dahulu daripada kejadian membayangka istri Bang Yus.

Penulis ngotot, hendak menyatakannya. Tapi anèhnya, Bang Yus seperti semampu mungkin mencegah penulis menyatakan isi bathin penulis pada saat itu, dengan cara disuruhnya penulis guna membacakan Surat al-Faatihaah di depan merèka berdua, serta ditanyai beberapa pertanyaan mengenai tata cara bersuci.

Penulis merasa kecèwa, olèh sebab beban bathin penulis belum tercurahkan kepada yang mèmang seharusnya berhak memberikan maafnya. Namun menyaksikan keseriusan Bang Yus dalam menyuruhku mengajikan (membacakan) surat tersebut secara benar, maka penulispun urung menyatakan kelanjutan prolog penulis kepada Syech Mochammad Yusuf, dan memilih menuruti kata-kata Bang Yus mengenai hal ibadah tersebut.

Maka alternatif tadilah yang akhirnya kupilih.

Seiring waktu, 2 tahun kemudian, pada tahun 2017 penulis merasa ada benarnya isi inti dari kata-kata Bang Yus yang dinyatakannya pada tahun 2015 itu. Dengan menundanya sambil belajar kepada satu orang sahabat merèka yang lain, yaitu: Bang Din, kesiapan mèntal penulis menjadi lebih daripada pada tahun 2015 tadi.

Setelah itu, kesempatan tiba. Tahun 2017 penulis telah menyatakan perbuatan penulis tadi, kepada Syech Mochammad Yusuf juga kepada istrinya, dan prosedur salam (keselamatan) yang seharusnya, kami laksanakan.

Adapun terhadap Bang Yus, yang pada tahun 2015 itu berupaya mencegah penulis menyatakan kepada 2 orang suami dari 2 orang perempuan yang mana sosok istrinya masing-masing pernah kubayangkan dalam aktivitas masturbasiku itu, baru dipertemukan kesempatan kami guna mengislahkannya pada tahun 2018 ini.

Hampir 2 tahun penulis dikondisikan terlebih dahulu olèh berbagai peristiwa dan para pihak, hanya agar dapat menjaharkan secara benar kara-kara yang pernah penulis lakukan, sama seperti mendholimi Syech Mochammad Yusuf. Dan hampir 3 tahun penulis belum dipertemukan dengan kondisi yang dianggap memungkinan guna menjaharkannya kepada Bang Yus beserta istrinya.

Jadi antara rasa malu, rasa terbebani, rasa sedih, semua berbaur menjadi suatu hal yang menurut penulis seperti itulah keyakinan di luar dan di dalam. Akhirnya tiada lagi beban yang membuat hilangnya kenyamanan di dalam bathin. Subhanalloh dan Alhamdulillah.

Demikian tèstimoni sekaligus laporan penulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Salam.


No comments:

Post a Comment